Hadiri Beramai-Ramai

Selasa, 08 September 2009

OVER PRODUKSI NEGARA MAJU = KEMISKINAN NEGARA DUNIA KETIGA


Oleh: Frans E. Kurniawan


If you tolerate this, your children will be next

(Song by Manic Street Preachers)

Dalam teori, pasar akan menciptakan keseimbangan permintaan penawaran, setiap individu secara kreatif akan menciptakan barang-barang/jasa sesuai kebutuhan masyarakat atau permintaan, pasar sempurna akan bisa memenuhi kebutuhan penduduk dunia karena inisiatif dan kreatifitas individual. Negara harus menjadi "penjaga malam", menjaga aturan main tersebut. Adam Smith memberikan mimpi sempurna membangun tata dunia moderen yang sedang bangkit pada jamannya.

Begitulah, apa yang diperkirakan bukan apa yang akan dihasilkan. Hukum permintaan hanya berlaku bagi mereka yang bisa membeli, ketimbang memproduksi untuk konsumsi yang bisa menikmati penduduk dunia. Sejarah 300 tahun kapitalisme belum mampu memenuhi kebutuhan hidup 2/3 penduduk bumi. Bahkan "kemenangan" kapitalisme atas komunisme soviet tidak membuktikan sedikitpun keberhasilannya, justru saat ini secara gamblang, ketidakadaan musuh utama ideologinya justru kapitalime sakit parah.

Hukum-hukum ekonomi, bahkan sifat magis Keynes, coba diteliti secara seksama untuk mencapai titik kesempurnaannya; produksi yang bisa menjamin keuntungan besar, negara tak boleh lepas tangan ketika aktor utama ekonomi mengalami kesulitan, keuntungan bisa digunakan sebagai amal untuk mengatasi kemiskinan dan kerusakan lingkungan, persaingan harus diberi wasit yang terlembaga seperti WTO, IMF dan World Bank. Disini, butuh kepatuhan moral atas aturan permainan agar terjadi fair play, fair market.

Persaingan pasar tidaklah bisa disamakan pertandingan tinju yang bisa dibagi berdasarkan klas, berat atau ringan atau klas bulu. Persaingan pasar menaruh "petarung klas berat satu arena dengan klas bulu atau ringan. Mike Tyson bisa saja beradu dengan Crist John, cangkul versus traktor, bambu runcing lawan nuklir. Dalam arena ini sangat mudah ditebak siapa pemenangnya, apalagi yang besar dan kuat bersepakat tidak akan saling bertarung dan menjadi pemain sekaligus wasit seperti yang mereka tandatangani dalam G8.

Suplay artinya hanya untuk eksport kenegara maju

Dari pada kena terjang mereka yang kuat lebih baik kita sediakan apa yang mereka butuhkan. Keunggulan komperatif yang seharusnya secara teoritik bisa membuat kita unggul justru membuat kita takberdaya. Bukan karena kita tidak mampu menyerap produksi yang dihasilkan, tidak sama sekali. Bukan karena kita tak mengerti buat apa kilang-kilang minyak dibangun, tambang-tambang berdiri, ratusan industri garmen, industri perikanan, pupuk dsb. Seharusnya, semua itu membuat kita tidak mengalami kesulitan seperti busung lapar, atau tidak bisa menanam padi karena tidak tersedia pupuk, atau mengalami mati lampu karena tidak ada stok BBM dan batubara. Bukankah suplai tersebut memenuhi permintaan yang ada? Kenapa kita yang dekat pabrik dan industri tidak bisa menikmati?

Ini salah satu contoh; "Udang yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Indonesia tidak perlu kualitas satu dengan harga Rp 40.000 per kilogram, tetapi cukup kualitas dua atau tiga dengan harga Rp 20.000 per kilogram". (http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/10/14135258/ekspor.perikanan.ke.as.belum.terpengaruh.krisis)

Demand artinya hanya yang punya uang yang bisa membeli

Volume produksi perikanan setiap tahun meningkat ditengah rakyat ada yang terkena busung lapar (Kompas, 28 Mei 2008). Banyaknya kilang minyak bukan membuat kita bisa mendapatkan BBM dengan mudah, justru sebaliknya. Begitu juga dengan harga BBM, bukannya tambah murah saja,tapi malah menjadi mahal. Logika dimana barang yang tersedia banyak bisa menurunkan harga tidak terjadi.

Anehnya, pemerintah dan para ekonomnya menunjuk harga dinegara maju. Logikanya, anda bisa mendapatkan dengan cara harga yang sama dengan negara-negara maju tersebut! Anehnya, ketika kaum buruh menuntut upah setaraf dengan negara maju justru ditolak mentah-mentah! Dasar gemblung!

Keunggulan komperatif Artinya murah meriah, semurah-murahnya, semurah senyum orang Indonesia.


Potensi kekayaan alam negara ketiga sebetulnya sangat berlimpah. Tongkat dan kayu jadi tanaman kata band Koes Plus. Kalau itu benar, kita tidak akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup manusia dan memenuhi kesejahteraannya. Tentuya, kalau saja tambang sebesar PT Freeport dikelola sendiri dan keuntungannya kita miliki, orang Papua bisa mengejar ketertinggalan dengan cepat. Tentunya, tidak ada apologi tidak ada cukup dana pemerintah untuk melakukan pembangunan moderen. Apalagi seluruh tambang bisa dikuasai, menyanyi lagu Koes Plus "kolam susu" terasa tiada duanya didunia ini!

Tapi apa mau dikata, pemerintah lebih senang mendapatkan uang tanpa harus susah payah, dijual hak pengelolaannya kepihak asing dengan harga murah! Itupun tidak cukup. Dengan murah senyum pemerintah kita menawarkan tenagakerja murah dan pajak murah yang membuat investor asing tersenyum sumbringah.

Negara seperti Vietnam, China, Kuba danVenezuela berusaha membuat tenagakerjanya unggul dengan menyediakan pendidikan murah, bahkan gratis, sampai pendidikan tinggi. Dijamin pula kesehatan murah bagi pekerja agar proses produksi berjalan lancar. Pendidikan dan kesehatan merupakan instrument dasar menciptakan tenaga kerja yang inovatif dan kreatif. Pemerintah kita malah berbeda. Ketika rakyat menuntut pendidikan dan kesehatan murah atau gratis, murah senyumnya langsung hilang. Seakan-akan murahnya tenagakerja kita memang dibuat standar karena kualitasnya rendah, tak punya pendidikan tinggi dan gampang sakit-sakitan. Ini ibarat barang yang hanya sekali pakai bisa langsung dibuang, seperti produk pampers.

Penulis adalah Ketua Komite Pimpinan Wilayah Partai Rakyat Demokratik (KPW-PRD) Sulawesi Utara


Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "OVER PRODUKSI NEGARA MAJU = KEMISKINAN NEGARA DUNIA KETIGA"

Posting Komentar