Hadiri Beramai-Ramai

Jumat, 11 September 2009

BURUH PERKEBUNAN DI SUMATERA UTARA


RENTAN ALAMI KECELAKAAN KERJA

Fasilitas Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K-3) adalah hak bagi buruh, sama seperti upah yang layak dan hak normative lainnya! Namun pada realitasnya K3 belum mendapat perhatian dari pihak perusahaan. Banyak perusahaan yang beranggapan bahwa memenuhi kewajiban K3 bagi buruh hanyalah menambah biaya produksi. Akibatnya fasilitas K-3 tidak disediakan sehingga kecelakaan kerja sering dialami oleh buruh kebun.

Fakta dilapangan yang ditemukan oleh Kelompok Pelita Sejahtera (KPS), dari 6 perkebunan di Sumatera Utara, ditemukan 47 kasus kecelakaan (teridentifikasi selama 4 bulan yaitu Januari-April 2008). Dari 47 kasus tersebut, 32 (68,08 %) korban diantaranya dikategorikan kecelakaan ringan seperti tertusuk duri sawit, tertimpah pelepah, gigitan serangga berbisa, keseleo akibat jalan licin ; 11 (23,40 %) mengalami cacat - kebanyakan cacat pada mata (mengecil, mengalami rabun bahkan buta ), kena tatal (getah karet) yang sudah terkontaminasi dengan zat kimiawi beracun akibat tingginya interaksi pada saat penyemprotan ; dan 2 orang buruh (4,25%) jiwanya melayang, 1 orang kena sengatan listrik dan 1 orang lagi tertimpa tandan buah segar waktu memanen.

Itu hanya di 6 perkebunan di Sumut, masih yang ditemukan secara langsung, dan yang hanya identifikasi selama 4 bulan. Berarti jika dirata-ratakan ada 12 kasus kecelakaan kerja perbulan dan tiap tahun ada 144 kasus kecelakaan kerja yang terjadi di 6 perkebunan tersebut. Ke 6 perkebunan tersebut ialah PTPN II Kwala Bingei dan Sawit Seberang, PT Lonsum Turangi, PT Socfindo Mata Pao dan Aek Loba, PT Anglo Eastern Plantation, PT Bakery Sumatera Plantation, PT JBS.

Penyebab utama kecelakaan kerja diperkebunan antara lain, lingkungan kerja yang tidak aman (tempat kerja /ancak) yang tidak rata, berlobang, dan licin, tanaman yang terlalu tinggi, semak yang terlalu lebat), kelalaian buruh, kekurangterampilan, peralatan K3 yang tidak tersedia atau tidak memenuhi standart keselamatan dan kesehatan kerja bagi buruh, serta tidak adanya pengawasan kerja yang baik oleh pihak perusahaan ketika buruh bekerja. Perusahaan mengabaikan tanggung jawab K-3 dengan tidak mensosialisasikan mengenai pentingnya keselamatan kerja, upah yang rendah sehingga memacu buruh mengejar premi (bonus) sehingga mengabaikan aspek keselamatan kerja, dan target kerja (beban kerja) tinggi yang tidak diimbangi pola makan (gizi) yang cukup.

Bukan hal yang sulit menemukan buruh yang cacat diperkebunan. Mulai dari mata buta akibat terkena zat kimia berbahaya akibat tidak tersedianya kaca mata (pelindung mata) sewaktu bekerja. Tangan atau kaki puntung, penyakit kulit, keguguran kandungan, atau bahkan meninggal dunia akibat kecelakaan kerja.

Minimnya fasilitas K-3 meyebabkan begitu mudahnya kecelakaan kerja terjadi. Jangankan untuk mengharapkan kebaikan hati pihak perusahaan untuk menyediakan fasilitas K-3, untuk alat kerja saja, seperti parang, egrek (alat untuk memanen), cangkul dan alat kerja lainnya, si buruh harus menyediakannya sendiri. Konon lagi fasilitas K3. Banyak buruh yang bekerja tanpa peralatan K3 sama sekali. Bahkan tanpa alas kaki. Padahal tanaman sawit adalah jenis tumbuhan berduri.

Menurut riset yang dilakukan Kelompok Pelita Sejahtera sepanjang tahun 2008 - 2009 pihak perusahaan tidak menyediakan P3K/pertolongan pertama pada kecelakaan yang dialami oleh buruh di ancaknya (tempatnya bekerja). Si buruh harus ke poliklinik yang cukup jauh jaraknya dari tempatnya bekerja hanya untuk mendapatkan obat merah atau perban (pembalut) luka. Suatu hal yang sangat menyayat hati di tengah limpahan dolar yang terkucur dari keringat si buruh.

Tidak mudah bagi buruh untuk mengakses pelayanan kesehatan. Birokrasi yang panjang dan bertele-tele membuat buruh enggan untuk berobat diklinik perusahaan dan memilih untuk berobat ditempat lain yang cepat memberikan pelayanan kesehatan meskipun harus mengeluarkan biaya sendiri.

Nasib buruh perkebunan ibarat pribahasa “sudah jatuh tertimpa tangga pula” dari setiap kesempatan pihak perusahaan akan selalu mencari akal untuk meraup keuntungan dan menindas buruh. Iuran jamsostek yang harusnya hanya sebesar 2 % dari upah buruh sesuai dengan Undang-undang, pada kenyataannya si buruh bisa membayar lebih dari 2 % dari upahnya. Padahal tidak semua program wajib yang disediakan oleh jamsostek dapat dinikmati oleh buruh. Buruh sering mendapat penolakan dari klinik, rumah sakit atau penyedia pelayanan kesehatan, maupun perusahaan ketika buruh berobat.

Fakta-fakta yang diuraikan diatas, hanya sebagian kecil yang ditemukan oleh KPS dan masih banyak lagi yang belum terungkat. Dibalik rimbun dan hijaunya perkebunan, banyak kisah yang memilukan yang terjadi didalamnya. Yang tidak terekspos dan diketahui oleh orang banyak dikarenakan letak mereka yang terisolir dan terasing dari dunia luar.

Divisi Kampanye dan Pembelaan KPS Medan

Sumber : Hasil Riset KPS tahun 2008



Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "BURUH PERKEBUNAN DI SUMATERA UTARA"

Posting Komentar